Jakarta - Tenang brur, setelah baca judul di atas, jangan keburu bersungut dahulu. Simak penjelasan Staf Khusus Menteri Keuangan di bawah ini perihal bangun rumah sendiri, harus kena pajak juga, berikut syarat beserta hitungan besarannya, biar jelas serta tidak simpang siur.
Ketika masyarakat diwajibkan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saat akan membangun rumah sendiri. Jelas berpotensi menimbulkan keresahan jika penjelasannya kurang.
Karena memang, kebijakan tersebut telah lama ada, diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 1994 yang berlaku efektif pada 1 Januari 1995.
Untuk itu, Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan, coba memberi penjelasan mengenai pengenaan PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri.
Sudah disinggung di atas, jika kebijakan tersebut sudah ada sejak lama, yang baru adalah pengaturan PPN menjadi 11 persen yang diatur dalam PMK Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kegiatan Sendiri berlaku sejak 1 April 2022.
"PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) sudah ada sejak UU 11/1994 yang berlaku 1 Januari 1995. Yang disesuaikan hanya tarif dari 10 persen menjadi 11 persen, untuk rumah dengan luas bangunan paling sedikit 200m2. Dasar pengenaannya pun hanya 20 persen dari jumlah biaya," dikutip dari twitter resmi, Jumat (8/4).
Selanjutnya dikatakan jika kegiatan membangun sendiri rumah tinggal permanen dengan luas paling sedikit 200 meter persegi terutang PPN 2,2 persen dari total biaya.
"Membangun sendiri berarti membangun tidak menggunakan kontraktor yang sudah memungut PPN," imbuhnya.
Sementara, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam media briefing, seperti disebutkan laman Merdeka, yang ditayangkan secara daring.
Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP, Bonarsius Sipayung menjelaskan tentang Perhitungan Kegiatan Membangun Sendiri (KMS), yakni 20 persen dikali tarif PPN 11 persen, dikali Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 2,2 persen dari DPP.
Adapun DPP PPN KMS yaitu berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai dan tidak termasuk biaya perolehan tanah.
"Misal (total) biaya membangun Rp 1 miliar, berarti DPP-nya adalah Rp 200 juta. Tarif efektifnya adalah 11 persen x 20 persen x total biaya. Berarti sekitar 2,2 persen x Rp 200 juta (Rp 4,4 juta). Itulah PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri," tandasnya.
Dan, biaya PPN tersebut harus dibayar sendiri oleh warga atau pelaku KMS yang kemudian disetor ke Bank.
Ini dianggap sudah melapor ketika membuat Surat Setoran Pajak (SSP) dan akan masuk ke DJP dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum dalam SSP tersebut.
"Jadi (peraturan) ini juga sudah terutang, saat ini hanya penyesuaian saja," tutur Bonar.
Selanjutnya, PPN atas KMS yang telah disetor dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan dan pengisian SSP.
Terakhir, KMS menurut PMK 61 tahun 2022 merupakan kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.