Warnabiru.com - Sebuah studi yang ditulis oleh organisasi CoralCoE menemukan fakta mencengangkan soal penurunan jumlah terumbu karang. Temuan tersebut mencatat status penurunan terumbu karang dinilai makin menghawatirkan.
Bukan terbatas untuk spesies laut saja, kerusakan ekosistem ini juga berpotensi mengancam ekonomi bagi banyak orang terutama mereka yang hidup di negara berkembang.
Penurunan terumbu karang
Dilansir dari The Monkey Times Penurunan populasi terumbu karang terjadi sebanyak 50 persen sejak tahun dekade 1990-an, ujar Professor Terry Hughes, rekan penulis dan peneliti CoralCoE, seperti dikutip dari situs resmi organisasi tersebut.
Lebih parahnya lagi, penurunan jumlah terumbu karang tidak hanya terjadi di wilayah perairan dangkal saja, kasus serupa juga ditemukan di wilayah perairan yang lebih dalam. Kerusakan ini dialami oleh hampir semua spesies terumbu karang, terutama jenis karang yang bercabang dan berbentuk meja.
“Ini adalah yang paling parah terkena dampak (kenaikan) suhu (global) yang memecahkan rekor yang memicu pemutihan massal pada 2016 dan 2017,” lanjut Hughes.
Terumbu karang adalah rumah bagi banyak spesies laut, terutama ikan dan sumber makanannya. Kerusakan terumbu karang tentu saja berdampak sangat serius terhadap produktivitas dan perkembangbiakan ikan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah populasi ikan di area tersebut.
Faktor dan Penyebab
Seorang peneliti bernama CoralCoE percaya bahwa gelombang panas laut akibat perubahan iklim adalah faktor penyebab dibalik kasus pemutihan terumbu karang.
Studi yang telah Ia lakukan mencatat kerusakan koloni karang lebih besar ditemukan di wilayah Great Barrier Reef bagian utara dan tengah. Sementara dibagian selatan rekor kerusakan baru dipecahkan pada awal tahun 2020.
“Tidak ada waktu lagi. Kita harus menurunkan emisi gas rumah kaca secepatnya,” Ujar Dr Andy Dietzel, peneliti CoralCoE yang menjadi penulis utama di studi tersebut.
Beberapa Media Digital mencatat bahwa barisan terumbu karang terbesar
Great Barrier Reef merupakan nama yang mengacu pada barisan terumbu karang terluas di seluruh samudera yang merentang sejauh 2,300 kilometer dan berukuran 344,400 kilometer persegi.
Barisan terumbu karang tersebut ditemukan di Laut Coral yang berada di pantain Queensland, Australia. Ia adalah rumah bagi banyak spesies unik, termasuk kura-kura laut hijau dan surgeonfish.
Terumbu karang yang rusak parah jadi ancaman serius, sebab akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem laut. Perubahan iklim jadi faktor dominan yang memicu kerusakan terumbu karang, selain faktor lain seperti polusi dan penangkapan ikan dengan cara-cara yang justru merusak ekosistem laut.
Penurunan dan/atau kerusakan terumbu karang, menurut catatan Secore, terjadi sebanyak 50 persen dalam 30 tahun terakhir. Dan lebih dari 90 persen kemungkinan besar akan mengalami kerusakan di abad mendatang.
“Dunia tanpa karang tidak hanya berarti kita akan memiliki lautan yang kurang beragam dan kurang indah, tetapi juga akan menjadi bencana ekonomi bagi banyak orang — terutama di negara berkembang.
Perikanan dan pariwisata merupakan mata pencaharian penting yang secara langsung bergantung pada terumbu karang yang sehat,” demikian isi catatan Secore.