Warnabiru.com - Grab Indonesia bernafas lega pasca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan denda Grab Indonesia sebesar 30 miliar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.
Putusan itu dibacakan secara langsung oleh Hakim Ratmoko selaku ketua, Hakim Haruno Patriadi dan Hakim Dedi Hermawan selaku hakim anggota.
"Berdasarkan kesaksian para mitra berbadan hukum di persidangan, terbukti mereka tidak merasakan terjadinya diskriminasi. Majelis komisi KPPU juga tidak menilai kualitas para saksi lain yang diduga melakukan pidana penggelapan, serta terkena suspend," urai majelis hakim yang dibacakan pada Jumat, 25 September 2020.
Selaku Kuasa Hukum Grab Indonesia, Hotman Paris, merasa putusan majelis hakim sudah tepat. Namun bila KPPU tidak menerima putusan itu kemudian mengajukan kasasi, pihanya siap menghadapi sesuai aturan hukum yang berlaku.
Untuk pihak KPPU merasa keberatan atas putusan majelis hakim. Sehingga pihaknya akan mempelajari putusan tersebut dan meminta agar mendapatkan salinan putusan sesegera mungkin.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya perusahaan transportasi Grab didenda oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.
Alasan denda tersebut karena pihak Grab dianggap melakukan diskriminasi terhadap mitra individu seperti pemberian order prioritas, masa suspend dan fasilitas lainnya.
Akibatnya pada 2 Juli 2020 Grab Indonesia dianggap melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 (d) Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Atas tuduhan inilah pihak KPPU menjatuhkan denda terhadap perusahaan transportasi ini sebesar Rp 30 miliar. Dimana 7,5 miliar untuk pelanggaran pasal 14 sedangkan Rp 22,5 miliar atas pasal 19 (d).
Atas vonis ini kuasa hukum dari Grab Hotman Paris Hutapea menyatakan bahwa akan mengajukan banding ke pengadilan karena insiden ini dianggapnya akan menganggu iklim investasi di Indonesia.
KPPU sendiri dalam tugasnya mengawasi persaingan usaha di Indonesia dan bekerja dengan sangat efektif dan positif. Dimana lembaga yang yang berdiri 7 Juni 2000 ini mengawasi badan usaha yang diduga melakukan tindak monopoli atau persaingan tidak sehat.
Dalam kiprahnya lembaga ini telah banyak memberlakukan penindakan terhadap perusahaan - perusahaan yang diduga melakukan persaingan usaha tidak sehat.
Seperti denda terhadap Aqua karena memberlakukan sistem beli putus terhadap pedagang. Atas perbuatannya ini KPPU mendenda Aqua sebesar Rp 13 Miliar.
Dimana putusan ini dikeluarkan pada Selasa, 19 Desember 2017. Lebih jelasnya perusahaan ini dianggap melanggar Undang - Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Begitu pula dengan Yamaha dan Honda dimana kedua perusahaan motor itu dianggap bekerja sama dalam persamaan harga kendaraan matic. Akibatnya konsumen tidak mendapatkan harga kompetitif saat akan membeli kendaraan matic.
Atas perbuatannya itu KPPU memberikan hukuman denda kepada AHM sebesar Rp 22,5 miliar sedangkan untuk YIMM sebesar Rp 25 miliar. Alasan pihak YIMM diberi denda lebih banyak karena dinilai memanipulasi data. Sedangkan di pengadilan pihak AHM dinilai kooperatif.